Minggu, 16 Desember 2012

PENGAWASAN LIMBAH B3 DI PROVINSI PAPUA



Oleh : Andreas F. J. Rumere
Latar belakang
M
eningkatnya penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di berbagai sektor baik kesehatan, industri, pertambangan dan energi, rumah tangga di Provinsi Papua secara khususnya di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom dalam berbagai jenis kegiatan secara langsung mempengaruhi peningkatan timbulan limbah B3. Limbah B3 merupakan jenis limbah yang memerlukan penanganan khusus dan wajib dikelola secara baik dan benar sehingga tidak mencemarkan atau merusak lingkungan hidup dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makluk hidup lainnya.
Pembuangan limbah B3 ke media lingkungan (tanah, air, udara) dengan tidak mengikuti mekanisme pengelolaan limbah B3 (PLB3) memiliki korelasi langsung terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup, secara khusus kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan lingkungan yang mendukung keberlanjutan kehidupan. Guna mencegah sedini mungkin bahaya – bahaya lingkungan bagi manusia, makluk hidup lain dan lingkungan alam, akibat aktivitas – aktivitas dimaksud di atas maka diperlukan upaya nyata dan berkelanjutan melalui kegiatan pengawasan Pengelolaan Limbah B3 sebagai tindakan preventif.
Maksud dan Tujuan
Memantau, mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan dan kepatuhan pelaku/penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang PLB3 dan dapat menjadi dasar pembuatan serta pelaksanaan upaya – upaya pengelolaan limbah B3 dalam berbagai tingkat dan bentuk, seperti perumusan kebijakan, penanganan secara teknis dan pembangunan kelembagaan.
Sasaran
Kegiatan pengawasan limbah B3 terutama diarahkan kepada aktivitas yang diduga memiliki potensi menghasilkan limbah B3. Rumah Sakit Umum, Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit, Usaha Pengolahan Kayu dan Pembangkit Listrik.
Metode Pengawasan
Metode yang digunakan adalah pengawasan langsung yang terdiri atas Tahap persiapan (persiapan kelengkapan  administrasi dan Mempelajari  peraturan/dokumen) dan Tahap Pelaksanaan (Pertemuan pendahuluan, Pemeriksaan Lokasi, Pengambilan sampel, Pengambilan gambar/video, Kompilasi data, dan Pertemuan penutup)

Hasil Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3 di Kabupaten Keerom
Pelaksanaan pengawasan dilaksanakan dengan obyek pengawasan PT. Perkebunan Nusantara II dan PT. Tandan Sawita Papua. Kedua usaha tersebut bergerak pada usaha perkebunan dan pabrik pengolahan kepala sawit. Pengawasan terhadap kedua usaha dan/atau kegiatan tersebut diperoleh hasil yang dapat diidentikan permasalahanya dapat disimpulkan bahwa ketaatan dan kepatuhan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan masih rendah terhadap pengelolaan limbah B3. Hal ini dibuktikan dengan berbagai temuan yang diperoleh dari hasil pengawasan di lapangan. Untuk itu terhadap temuan – temuan tersebut juga telah diberikan rekomendasi lapangan dan akan ditindaklanjuti dengan rekomendasi lanjutan.  
PT. Perkebunan Nusantara II Arso
Kondisi pengelolaan limbah B3 dapat digambarkan untuk kegiatan di areal pabrik pengolahan kelapa sawit PT. PN II Arso hanya berupa ruangan bengkel tempat penyimpanan minyak pelumas dan oli bekas sedangkan untuk aki bekas dan peptisida disimpan/ditumbun di lokasi gudang/kantor yang lokasi terpisah dengan lokasi pabrik. Beberapa hal yang menjadi catatan dalam pengelolaan lingkungan hidup di lokasi pabrik antara lain tidak terdapat dokumen pengelolaan lingkungan hidup, tidak ada laporan berkala pengelolaan lingkungan hidup, belum ada ijin pembuangan limbah cair, Oli bekas disimpan dalam bengkel dan tandan kosong dibakar manual.
Pengambilan Sampel Air Limbah 



Pengujian sampel limbah cair yang diambil pada outlet IPAL diperoleh hasil parameter Minyak/Lemak 476,0 mg/L melebihi baku mutu 30 mg/L sesuai KEPMENLH Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.   
PT. Tandan Sawita Papua
Kondisi pengelolaan limbah B3 dapat digambarkan untuk kegiatan di areal perkebunan kelapa sawit PT. Tandan Sawita Papua masih terbatas pada kegiatan pembibitan dan penanaman. Berbagai bahan pendukung aktivitas perkebunan seperti pupuk, peptisida dan minyak pelumas disimpan pada gudang tempat penimbunan atau penyimpanan bahan berbahaya dan beracun. Pada beberapa lokasi di areal bengkel masih terdapat ceceran oli yang terkontak langsung dengan media tanah (kontaminasi), oil trap tampak tidak terawat, bengkel dan gudang penyimpanan B3 terletak pada satu area, tidak ada saluran yang menghubungkan langsung antara tempat penyimpanan minyak pelumas dengan oil trap, tidak terdapat pencatatan neraca limbah dan sampah medis masih dibakar secara konvensional.
Pengelolaan Limbah B3 di Kota Jayapura
Pelaksanaan pengawasan dilaksanakan dengan obyek pengawasan yaitu RSUD Dok II Jayapura , RSUD Abepura, PLTD Waena dan PLTD Yarmok. Untuk kegiatan sejenis memiliki kesamaan permasalahan dalam pengelolaan lingkungan secara khusus pengelolaan limbah B3, tetapi juga rendahnya kepatuhan dan ketaatan penanggung jawab usaha terhadap pelaksanaan undang – undang lingkungan hidup dan peraturan perundang – undangan di bidang pengelolaan limbah B3. Hasil pantauan dan evaluasi temuan menyimpulkan tingkat ketaatan dan kepatuhan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan masih rendah. Untuk itu terhadap temuan – temuan tersebut juga telah diberikan rekomendasi lapangan dan akan ditindaklanjuti dengan rekomendasi lanjutan. Berikut hasil pengawasan pengelolaan Limbah B3 :
Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura
Tumpukan limbah medis dan non medis
Kondisi pengelolaan limbah B3 Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan pada beberapa tempat masih terdapat ceceran bahkan timbulan sampah medis dan non medis yang berserakan. Beberapa hal yang menjadi temuan dalam pengawasan diantaranya masih terdapat kesamaan permasalahan dalam pengelolaan lingkungan dari pengawasan Tahun sebelumnya (2004, 2006, 2010) diantaranya tidak ada dokumen pengelolaan lingkungan, tidak adanya izin operasional IPAL dan Incenerator, sebagian limbah medis tidak dibakar pada incenerator tetapi dibuang langsung ke TPA Nafri, dan yang menjadi temuan baru jika dibandingkan pengawasan sebelumnya adalah tidak ada screening sampah medis dan non medis.
Hasil pengujian terhadap limbah medis rumah sakit yang dilakukan pada outlet IPAL menunjukan beberapa parameter telah melebihi baku mutu (BM) yang dipersyaratkan dalam KEPMENLH 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit, yaitu Suhu 35,8 ˚C ( BM 30˚C), TSS 71,0 mg/L (BM 30 mg/L) dan Ammonia sebagai (NH3-N) 0,80 mg/L (BM 0,1 mg/L).
Rumah Sakit Umum Daerah Abepura
Kebocoran Septiktank RSUD Abepura
Kondisi pengelolaan limbah B3 di RSUD Abepura dapat digambarkan dari hasil pengawasan menunjukan secara keseluruhan pada beberapa sudut masih ada sampah atau ceceran sampah medis dan non medis yang tidak dikelola secara benar sedangkan yang menjadi temuan penting antara lain IPAL tidak berfungsi sehingga air limbah  yang tertampung di IPAL menjadi sarang nyamuk, limbah infeksius seperti jarum suntik, botol infuse, selang infuse, sarung tangan, botol dikumpul untuk diinsinerasi di RS Dok II, saluran limbah tidak terintegrasi dengan IPAL kecuali ruang anak, air cucian dari laundry dibuang langsung ke media lingkungan, incenerator tidak memadai untuk melakukan pembakaran, terdapat limbah padat infeksius yang dibakar secara terbuka disamping incenerator sementara limbah radiologi ditampung pada septiktank (kondisi rusak).
Hasil pengujian sampel air limbah RSUD Abepura diperoleh beberapa parameter melebihi baku mutu (BM) yang dipersyaratkan yaitu Suhu 33,5˚C (BM 30˚C), TSS 127,0 mg/L (BM 30 mg/L), Ammonia sebagai (NH3-N) 7,0 mg/L (BM 0,1 mg/L). 
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Waena
Tumpukan Limbah Oli Bekas pada PLTD Waena
Kondisi PLTD yang digambarkan bahwa pengelolaan limbah B3 masih rendah. Banyak terdapat ceceran/tumpahan oli pada sekitar saluran dan tanah, saluran pembawa ilo bekas ke oil trap tidak berfungsi maksimal, penggunaan limbah kontaminasi oli bekas untuk mematikan rumput, masih bercampurnya limbah B3 dan limbah non B3
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Yarmok
Kondisi PLTD yang digambarkan bahwa pengelolaan limbah B3 masih rendah. Banyak terdapat ceceran/tumpahan oli, drum bahan bakar minyak (solar)/drum bekas yang tidak tertata dengan baik, kayu bekas, seng bekas di beberapa sudut area PLTD.
Pengelolaan Limbah B3 di Kabupaten Jayapura
Pengawasan pengelolaan limbah B3 di Kabupaten Jayapura pada sektor industri, kesehatan dan energi dengan obyek pengawasan usaha pengolahan kayu CV. Irian Utama, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Sentani dan Rumah Sakit Umum Daerah Yowari. Secara umum seperti pada Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura, kepatuhan dan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan masih rendah terhadap undang – undang lingkungan hidup terutama peraturan perundang – undangan di bidang pengelolaan limbah B3. Permasalahan yang ditemukan pun serupa dengan sektor dan obyek pengawasan pada daerah lain. Untuk itu terhadap temuan – temuan tersebut juga telah diberikan rekomendasi lapangan dan akan ditindaklanjuti dengan rekomendasi lanjutan. Hasil pengawasan pengelolaan Limbah B3 adalah sebagai berikut :
Usaha Pengolahan Kayu CV. Irian Utama
Pembakaran Limbah padat hasil olahan kayu CV. Irian Utama
Dapat dijelaskan kondisi pengelolaan lingkungan termasuk limbah B3 industri pengolahan kayu CV. Irian Utama memperlihatkan limbah padat berupa potongan kayu digunakan untuk pembakaran boiler, air cucian boiler dibuang ke kolam resapan, untuk pencucian boiler digunakan Hidrochemical 5.1.5.0, minyak pelumas bekas/oli bekas digunakan untuk melumasi rel, air cucian kendaraan langsung dibuang/dialirkan ke parit, dan serbuk kayu dibuang ke tempat pembakaran dan dibakar secara terbuka. Letak industri berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk dengan ketinggian pagar pembatasa hanya 2,5 meter sehingga saat pembakaran serbuk kayu menyebabkan asap hasil pembakaran hingga pemukiman penduduk.  
Rumah Sakit Umum Daerah Yowari 
Kondisi pengelolaan  limbah B3 di Rumah Sakit Umum Daerah Yowari dapat ditunjukan secara umum melalui temuan – temuan yang diperoleh antara lain tidak beroperasinya IPAL, genangan air pada IPAL menjadi sarang nyamuk, logbook pencatatan air limbah tidak ada, izin pengelolaan limbah tidak ada, pembakaran limbah medis pada incenerator bergantung pada ketersediaan solar, limbah medis dibakar secara manual di TPS, limbah medis padat yang telah terkumpul dibuang ke TPA, tidak ada pemisahan antara limbah medis dan non medis. 
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Sentani     
Kondisi PLTD yang digambarkan bahwa pengelolaan limbah B3 masih rendah. Banyak terdapat ceceran/tumpahan oli, kondisi penampungan oli bekas tidak terawat, terdapat sampah botol dalam oli yang ditampung, sampah PLTD terkontaminasi oli bekas, kondisi saluran air limbah tergenang/tidak mengalir, pembakaran sampah menggunakan oli bekas.

ANALISA YURIDIS
Terhadap berbagai temuan dan pelanggaran yang dilakukan oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan maka terdapat beberapa pelanggaran terhadap pasal – pasal dalam undang – undang lingkungan hidup Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Peraturan Perundang – undangan di bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai berikut :
1.      Secara umum hampir semua kegiatan tidak dilengkapi dengan dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup baik AMDAL, UKL/UPL, DPPL maupun SPPL. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 32/2009 pasal 22 ayat (1) yang menyebutkan “setiap kegiatan dan/atau usaha yang berdampak penting terhadap LH wajib memiliki AMDAL ;  dan pasal 34 ayat (1) “setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL wajib memiliki UKL-UPL ;
2.    Limbah dari usaha dan/atau kegiatan dibuang langsung ke media lingkungan (tanah/air) tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 32/2009 Pasal 20 ayat (3) “setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan : a. memenuhi BM LH ; dan b. mendapat izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya, serta PP Nomor 18/1999 Pasal 3 yang menyatakan “setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkan itu secara langsung ke dalam media LH, tanpa pengolahan terlebih dahulu ;   
3.      Oli bekas ditampung dan diserahkan kepada pihak lain untuk dikelola tanpa dokumen limbah B3. Hal ini bertentangan dengan PP 18/1999 Pasal 31 yang menyebutkan “Penyerahan limbah B3 oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah kepada pengangkut wajib disertai dokumen limbah B3” ;
4. 9 obyek yang diawasi tidak memiliki izin operasional (pengolahan limbah B3). Hal ini bertentangan dengan PP Nomor 18/1999 Pasal 40 ayat (1) huruf a yang menyebutkan “setiap badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab”.
5.   Limbah B3 yang dihasilkan masih dibakar secara konvensional. Hal tersebut bertentangan dengan KEPKADAL nomor : kep-03/BAPEDAL/09/1995 Persyaratan Teknis Pengolahan LB3 Pasal 1 yang menyebutkan “pengolahan LB3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan tidak beracun” ;
6.  Ruang penyimpanan minyak pelumas tidak sesuai dengan tatacara penyimpanan. Hal ini bertentangan dengan KEPKADAL Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 Pasal 2 “tata cara penyimpanan minyak pelumas” terutama huruf f “lokasi penyimpanan harus dilengkapi dengan tanggung disekelilingnya dan dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampung yang kedap air. Bak penampung dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain.
Kesimpulan dan Rekomendasi Umum
Berdasarkan hasil kegiatan pengawasan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Provinsi Papua yang dilaksanakan di Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura maka dapat disimuplkan hal – hal sebagai berikut :
1.  Masih rendahnya Kepatuhan dan ketaatan penangunggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap aspek perizinan baik perizinan usaha dan/kegiatan (operasional) maupun perizinan di bidang lingkungan terutama bidang pengelolaan limbah bahan B3 ;
2.      Masih rendahnya kepatuhan dan ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap pengelolaan lingkungan hidup terutama pengelolaan terhadap B3 dan limbah B3. Hal ini dapat disimpulkan dari minimnya usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dokumen pengelolaan lingkungan baik AMDAL maupun UKL – UPL  ;
3.  Cukup besar, potensi pencemaran lingkungan hidup yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan makluk hidup lainnya ;
4.    Kemungkinan telah terjadi pencemaran lingkungan hidup, namun belum/tidak menjadi masalah karena ketidaktahuan masyarakat akan resiko/bahaya yang sedang dihadapi ;
5.    Perhatian terhadap pengelolaan lingkungan hidup belum dianggap penting sebagai hal prioritas dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatan. Dengan atau tanpa Izin operasional, usaha dan/atau kegiatan dapat beroperasi tanpa diikuti dengan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan izin secara efektif.     
Rekomendasi Umum
Berdasarkan temuan – temuan yang diperoleh selama pengawasan pengelolaan limbah B3 dilaksanakan maka dapat direkomendasikan secara umum hal – hal sebagai berikut :
1.  Perlu melakukan penaatan perizinan, menyesuaikan dengan perencanaan penaatan ruang. Penaatan tersebut meliputi substansi, kewenangan, prosedur, kajian/studi lingkungan dan dikoordinir oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota ;
2.  Mendorong pelaku usaha dan/atau kegiatan, baik pemerintah maupun swasta untuk segera memiliki dokumen pengelolalaan lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, DPPL dan SPPL) yang merupakan komitmen yang bersangkutan untuk mengelola lingkungan dan bertanggung jawab terhadap dampak akibat usaha dan/atau kegiatan. dikoordinir oleh Badan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota ;
3.   Pemerintah daerah dan/atau bekerja sama dengan pihak swasta dapat membangun Instalasi pengolahan limbah (IPAL dan Incenerator) yang sifatnya terpadu guna memfasilitasi mitra pembangunan di daerah dalam mengolah limbah cair dan padat ;
4.      Menggiatkan kembali sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan limbah termasuk limbah B3 kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan. Dikoordinir oleh Badan Lingkungan Hidup dan sektor terkait ;
5.    Perketat proses perizinan terutama operasional kegiatan melalui prosedur serta subtansi materi yang tepat. Dikoordinir oleh Instansi yang membidangi ;
6.   Arahan atau rekomendasi lingkungan hidup wajib dimiliki oleh usaha dan/atau kegiatan dan jadikan sebagai syarat pemberikan izin oleh Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan ;
7.  Melaksanaan pengawasan secara periodik kepada usaha dan/atau kegiatan terhadap pengelolaan limbah B3 ;