Oleh
: Andreas F. J. Rumere
Latar belakang
M
|
eningkatnya
penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di berbagai sektor baik kesehatan,
industri, pertambangan dan energi, rumah tangga di Provinsi Papua secara
khususnya di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom dalam
berbagai jenis kegiatan secara langsung mempengaruhi peningkatan timbulan limbah
B3. Limbah B3 merupakan jenis limbah yang memerlukan penanganan khusus dan
wajib dikelola secara baik dan benar sehingga tidak mencemarkan atau merusak
lingkungan hidup dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makluk hidup lainnya.
Pembuangan
limbah B3 ke media lingkungan (tanah, air, udara) dengan tidak mengikuti
mekanisme pengelolaan limbah B3 (PLB3) memiliki korelasi langsung terhadap
penurunan kualitas lingkungan hidup, secara khusus kualitas dan kuantitas
sumber daya alam dan lingkungan yang mendukung keberlanjutan kehidupan. Guna
mencegah sedini mungkin bahaya – bahaya lingkungan bagi manusia, makluk hidup
lain dan lingkungan alam, akibat aktivitas – aktivitas dimaksud di atas maka
diperlukan upaya nyata dan berkelanjutan melalui kegiatan pengawasan Pengelolaan
Limbah B3 sebagai tindakan preventif.
Maksud dan Tujuan
Memantau,
mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan dan kepatuhan pelaku/penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan
di bidang PLB3 dan dapat menjadi dasar pembuatan serta pelaksanaan upaya –
upaya pengelolaan limbah B3 dalam berbagai tingkat dan bentuk, seperti
perumusan kebijakan, penanganan secara teknis dan pembangunan kelembagaan.
Sasaran
Kegiatan
pengawasan limbah B3 terutama diarahkan kepada aktivitas yang diduga memiliki
potensi menghasilkan limbah B3. Rumah Sakit Umum, Perkebunan dan Pabrik Kelapa
Sawit, Usaha Pengolahan Kayu dan Pembangkit Listrik.
Metode Pengawasan
Metode
yang digunakan adalah pengawasan langsung yang terdiri atas Tahap persiapan (persiapan
kelengkapan administrasi dan Mempelajari peraturan/dokumen) dan Tahap Pelaksanaan (Pertemuan
pendahuluan, Pemeriksaan
Lokasi, Pengambilan
sampel, Pengambilan
gambar/video, Kompilasi
data, dan Pertemuan
penutup)
Hasil
Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3 di Kabupaten Keerom
Pelaksanaan
pengawasan dilaksanakan dengan obyek pengawasan PT. Perkebunan Nusantara II dan
PT. Tandan Sawita Papua. Kedua usaha tersebut bergerak pada usaha perkebunan
dan pabrik pengolahan kepala sawit. Pengawasan terhadap kedua usaha dan/atau
kegiatan tersebut diperoleh hasil yang dapat diidentikan permasalahanya dapat
disimpulkan bahwa ketaatan dan kepatuhan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
masih rendah terhadap pengelolaan limbah B3. Hal ini dibuktikan dengan berbagai
temuan yang diperoleh dari hasil pengawasan di lapangan. Untuk itu terhadap
temuan – temuan tersebut juga telah diberikan rekomendasi lapangan dan akan
ditindaklanjuti dengan rekomendasi lanjutan.
PT. Perkebunan Nusantara
II Arso
Kondisi pengelolaan limbah B3 dapat
digambarkan untuk kegiatan di areal pabrik pengolahan kelapa sawit PT. PN II
Arso hanya berupa ruangan bengkel tempat penyimpanan minyak pelumas dan oli
bekas sedangkan untuk aki bekas dan peptisida disimpan/ditumbun di lokasi
gudang/kantor yang lokasi terpisah dengan lokasi pabrik. Beberapa hal yang
menjadi catatan dalam pengelolaan lingkungan hidup di lokasi pabrik antara lain
tidak terdapat dokumen pengelolaan lingkungan hidup, tidak ada laporan berkala
pengelolaan lingkungan hidup, belum ada ijin pembuangan limbah cair, Oli bekas
disimpan dalam bengkel dan tandan kosong dibakar manual.
Pengambilan Sampel Air Limbah |
Pengujian
sampel limbah cair yang diambil pada outlet IPAL diperoleh hasil parameter
Minyak/Lemak 476,0 mg/L melebihi baku mutu 30 mg/L sesuai KEPMENLH Nomor :
KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
PT. Tandan Sawita
Papua
Kondisi pengelolaan
limbah B3 dapat digambarkan untuk kegiatan di areal perkebunan kelapa sawit PT.
Tandan Sawita Papua masih terbatas pada kegiatan pembibitan dan penanaman.
Berbagai bahan pendukung aktivitas perkebunan seperti pupuk, peptisida dan
minyak pelumas disimpan pada gudang tempat penimbunan atau penyimpanan bahan
berbahaya dan beracun. Pada beberapa lokasi di areal bengkel masih terdapat
ceceran oli yang terkontak langsung dengan media tanah (kontaminasi), oil trap tampak tidak terawat, bengkel
dan gudang penyimpanan B3 terletak pada satu area, tidak ada saluran yang
menghubungkan langsung antara tempat penyimpanan minyak pelumas dengan oil trap, tidak terdapat pencatatan
neraca limbah dan sampah medis masih dibakar secara konvensional.
Pengelolaan Limbah B3 di Kota Jayapura
Rumah Sakit Umum
Daerah Dok II Jayapura
Tumpukan limbah medis dan non medis |
Hasil
pengujian terhadap limbah medis rumah sakit yang dilakukan pada outlet IPAL menunjukan beberapa
parameter telah melebihi baku mutu (BM) yang dipersyaratkan dalam KEPMENLH 58
Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit, yaitu Suhu
35,8 ˚C ( BM 30˚C), TSS 71,0 mg/L (BM 30 mg/L) dan Ammonia sebagai (NH3-N)
0,80 mg/L (BM 0,1 mg/L).
Rumah Sakit Umum
Daerah Abepura
Kebocoran Septiktank RSUD Abepura |
Hasil
pengujian sampel air limbah RSUD Abepura diperoleh beberapa parameter melebihi
baku mutu (BM) yang dipersyaratkan yaitu Suhu 33,5˚C (BM 30˚C), TSS 127,0 mg/L
(BM 30 mg/L), Ammonia sebagai (NH3-N) 7,0 mg/L (BM 0,1 mg/L).
Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel Waena
Tumpukan Limbah Oli Bekas pada PLTD Waena |
Kondisi
PLTD yang digambarkan bahwa pengelolaan limbah B3 masih rendah. Banyak terdapat
ceceran/tumpahan oli pada sekitar saluran dan tanah, saluran pembawa ilo bekas
ke oil trap tidak berfungsi maksimal,
penggunaan limbah kontaminasi oli bekas untuk mematikan rumput, masih
bercampurnya limbah B3 dan limbah non B3
Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel Yarmok
Kondisi
PLTD yang digambarkan bahwa pengelolaan limbah B3 masih rendah. Banyak terdapat
ceceran/tumpahan oli, drum bahan bakar minyak (solar)/drum bekas yang tidak
tertata dengan baik, kayu bekas, seng bekas di beberapa sudut area PLTD.
Pengelolaan Limbah B3 di Kabupaten Jayapura
Pengawasan
pengelolaan limbah B3 di Kabupaten Jayapura pada sektor industri, kesehatan dan
energi dengan obyek pengawasan usaha pengolahan kayu CV. Irian Utama,
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Sentani dan Rumah Sakit Umum Daerah Yowari.
Secara umum seperti pada Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura, kepatuhan dan
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan masih rendah terhadap undang
– undang lingkungan hidup terutama peraturan perundang – undangan di bidang
pengelolaan limbah B3. Permasalahan yang ditemukan pun serupa dengan sektor dan
obyek pengawasan pada daerah lain. Untuk itu terhadap temuan – temuan tersebut
juga telah diberikan rekomendasi lapangan dan akan ditindaklanjuti dengan
rekomendasi lanjutan. Hasil pengawasan pengelolaan Limbah B3 adalah sebagai
berikut :
Usaha Pengolahan Kayu CV.
Irian Utama
Pembakaran Limbah padat hasil olahan kayu CV. Irian Utama |
Rumah Sakit Umum
Daerah Yowari
Kondisi pengelolaan limbah B3 di Rumah Sakit Umum Daerah Yowari dapat ditunjukan secara umum melalui temuan – temuan yang diperoleh antara lain tidak beroperasinya IPAL, genangan air pada IPAL menjadi sarang nyamuk, logbook pencatatan air limbah tidak ada, izin pengelolaan limbah tidak ada, pembakaran limbah medis pada incenerator bergantung pada ketersediaan solar, limbah medis dibakar secara manual di TPS, limbah medis padat yang telah terkumpul dibuang ke TPA, tidak ada pemisahan antara limbah medis dan non medis.
Kondisi pengelolaan limbah B3 di Rumah Sakit Umum Daerah Yowari dapat ditunjukan secara umum melalui temuan – temuan yang diperoleh antara lain tidak beroperasinya IPAL, genangan air pada IPAL menjadi sarang nyamuk, logbook pencatatan air limbah tidak ada, izin pengelolaan limbah tidak ada, pembakaran limbah medis pada incenerator bergantung pada ketersediaan solar, limbah medis dibakar secara manual di TPS, limbah medis padat yang telah terkumpul dibuang ke TPA, tidak ada pemisahan antara limbah medis dan non medis.
Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel Sentani
Kondisi PLTD yang
digambarkan bahwa pengelolaan limbah B3 masih rendah. Banyak terdapat
ceceran/tumpahan oli, kondisi penampungan oli bekas tidak terawat, terdapat sampah
botol dalam oli yang ditampung, sampah PLTD terkontaminasi oli bekas, kondisi
saluran air limbah tergenang/tidak mengalir, pembakaran sampah menggunakan oli
bekas.
ANALISA YURIDIS
Terhadap
berbagai temuan dan pelanggaran yang dilakukan oleh penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan maka terdapat beberapa pelanggaran terhadap pasal – pasal
dalam undang – undang lingkungan hidup Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Peraturan Perundang – undangan di bidang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai berikut :
1. Secara
umum hampir semua kegiatan tidak dilengkapi dengan dokumen Pengelolaan
Lingkungan Hidup baik AMDAL, UKL/UPL, DPPL maupun SPPL. Hal ini bertentangan
dengan UU Nomor 32/2009
pasal 22 ayat (1) yang menyebutkan “setiap kegiatan dan/atau usaha yang
berdampak penting terhadap LH wajib memiliki AMDAL ; dan pasal 34 ayat (1) “setiap usaha dan/atau
kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL wajib memiliki UKL-UPL
;
2. Limbah
dari usaha dan/atau kegiatan dibuang langsung ke media lingkungan (tanah/air)
tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 32/2009 Pasal 20 ayat (3)
“setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup
dengan persyaratan : a. memenuhi BM LH ; dan b. mendapat izin dari menteri,
gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya, serta PP Nomor 18/1999 Pasal 3
yang menyatakan “setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang
menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkan itu secara
langsung ke dalam media LH, tanpa pengolahan terlebih dahulu ;
3. Oli bekas
ditampung dan diserahkan kepada pihak lain untuk dikelola tanpa dokumen limbah
B3. Hal ini bertentangan dengan PP
18/1999 Pasal 31 yang menyebutkan “Penyerahan limbah B3 oleh penghasil dan/atau
pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah kepada pengangkut wajib disertai
dokumen limbah B3” ;
4. 9 obyek
yang diawasi tidak memiliki izin operasional (pengolahan limbah B3). Hal ini
bertentangan dengan PP
Nomor 18/1999 Pasal 40 ayat (1) huruf a yang menyebutkan “setiap badan usaha
yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan
dan/atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi
yang bertanggung jawab”.
5. Limbah B3
yang dihasilkan masih dibakar secara konvensional. Hal tersebut bertentangan
dengan KEPKADAL nomor :
kep-03/BAPEDAL/09/1995 Persyaratan Teknis Pengolahan LB3 Pasal 1 yang
menyebutkan “pengolahan LB3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan
komposisi limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan tidak beracun” ;
6. Ruang
penyimpanan minyak pelumas tidak sesuai dengan tatacara penyimpanan. Hal ini
bertentangan dengan KEPKADAL
Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 Pasal 2 “tata cara penyimpanan minyak pelumas”
terutama huruf f “lokasi penyimpanan harus dilengkapi dengan tanggung
disekelilingnya dan dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampung
yang kedap air. Bak penampung dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas volume
drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur
sedemikian rupa sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain.
Kesimpulan
dan Rekomendasi Umum
Berdasarkan
hasil kegiatan pengawasan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
di Provinsi Papua yang dilaksanakan di Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura dan
Kota Jayapura maka dapat disimuplkan hal – hal sebagai berikut :
1. Masih rendahnya Kepatuhan dan
ketaatan penangunggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap aspek perizinan
baik perizinan usaha dan/kegiatan (operasional) maupun perizinan di bidang
lingkungan terutama bidang pengelolaan limbah bahan B3 ;
2. Masih rendahnya kepatuhan dan
ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap pengelolaan
lingkungan hidup terutama pengelolaan terhadap B3 dan limbah B3. Hal ini dapat
disimpulkan dari minimnya usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dokumen
pengelolaan lingkungan baik AMDAL maupun UKL – UPL ;
3. Cukup besar, potensi pencemaran
lingkungan hidup yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan makluk hidup
lainnya ;
4. Kemungkinan telah terjadi pencemaran
lingkungan hidup, namun belum/tidak menjadi masalah karena ketidaktahuan
masyarakat akan resiko/bahaya yang sedang dihadapi ;
5. Perhatian terhadap pengelolaan
lingkungan hidup belum dianggap penting sebagai hal prioritas dalam menjalankan
usaha dan/atau kegiatan. Dengan atau tanpa Izin operasional, usaha dan/atau
kegiatan dapat beroperasi tanpa diikuti dengan pemantauan dan pengawasan
pelaksanaan izin secara efektif.
Rekomendasi Umum
Berdasarkan
temuan – temuan yang diperoleh selama pengawasan pengelolaan limbah B3
dilaksanakan maka dapat direkomendasikan secara umum hal – hal sebagai berikut
:
1. Perlu melakukan penaatan perizinan,
menyesuaikan dengan perencanaan penaatan ruang. Penaatan tersebut meliputi
substansi, kewenangan, prosedur, kajian/studi lingkungan dan dikoordinir oleh
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota ;
2. Mendorong pelaku usaha dan/atau
kegiatan, baik pemerintah maupun swasta untuk segera memiliki dokumen
pengelolalaan lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, DPPL dan SPPL) yang merupakan
komitmen yang bersangkutan untuk mengelola lingkungan dan bertanggung jawab
terhadap dampak akibat usaha dan/atau kegiatan. dikoordinir oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota ;
3. Pemerintah daerah dan/atau bekerja
sama dengan pihak swasta dapat membangun Instalasi pengolahan limbah (IPAL dan
Incenerator) yang sifatnya terpadu guna memfasilitasi mitra pembangunan di
daerah dalam mengolah limbah cair dan padat ;
4. Menggiatkan kembali sosialisasi dan
bimbingan teknis pengelolaan limbah termasuk limbah B3 kepada pelaku usaha
dan/atau kegiatan. Dikoordinir oleh Badan Lingkungan Hidup dan sektor terkait ;
5. Perketat proses perizinan terutama
operasional kegiatan melalui prosedur serta subtansi materi yang tepat.
Dikoordinir oleh Instansi yang membidangi ;
6. Arahan atau rekomendasi lingkungan
hidup wajib dimiliki oleh usaha dan/atau kegiatan dan jadikan sebagai syarat
pemberikan izin oleh Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan ;
7. Melaksanaan pengawasan secara
periodik kepada usaha dan/atau kegiatan terhadap pengelolaan limbah B3 ;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar